Tuesday, April 21, 2009

Tusuk Hatinya dengan Duri

http://twitter.com/asajad

Ketika seekor kunang-kunang berupaya hinggap di tangkai bunga mawar siang itu. Dia terpeleset dan terjatuh dari undakan tangganya. Di bawahnya kolam renang yang bening dengan latar hijau pepohonan. Menanti untuk diberi tanda pada selembar kertas. Tapi tak kunjung datang, walau mata melihat. Hanya menatap dengan tak jelas, memaki atau cuma cengengesan.

Kemudian kunang-kunang terbang sambil agak berlari. Berjinjit kaki-kakinya untuk tinggal landas. Menenteng ransel hitam yang lusuh. Terbang mengejar pesawat yang mau berjalan, juga dengan berjinjit, dan berguncang ketika menabrak batu. Kemudian kunang-kunang tidur di dalamnya, siang bolong.

Sampai di suatu tempat, kunang-kunang keluar dengan kelelahan. Tidur dalam perjalanan adalah suatu yang tidak biasa baginya. Sebab daun adalah tempat favorit untuk melepaskan penat dan luka. Datang tanpa bawa apa-apa untuk temannya. Karena tidak mampir pada pemberhentian itu. Membeli oleh-oleh sepatu atau makanan yang renyah dari gorengan minyak atau panggangan api neraka.

Namun dia berusaha mendatangkan kegembiraan dengan membeli madu satu botol buat saudaranya. Seolah itu adalah buah tangannya.

Kegembiraan itu tidak lama. Sebab duri terus menancap di hati. Tapi tak membuatnya mati. Karena tiap hari duri itu adalah langganan bagi kebahagiaannya. Mampir setiap ada kebahagiaan datang setitik. Kemudian datang lagi rasa sakit ketika duri itu menancap dengan tajam menghunjam, hampir merobek jaringan hatinya.

Duri yang terus menerus menancap di ulu hati. Membuat rasa sakit yang berkepanjangan. Padahal dia mengharapkan ada aliran sungai yang mengalir perlahan dan menciptakan suara-suara yang berirama manis dalam hati. Padahal dia mempunyai mimpi agar duri itu menjadi setangkai bunga mawar. Walau pun berduri tapi wanginya mengharumkan langit-langit hatinya.

Sebab tusukan durimu tak akan membuatnya mati. Dia tumbuh dan berakar. Meracuni hati dengan rasa sakit yang tak terperi. Walau tak akan mati.

2009