Wednesday, June 1, 2011

Bercermin di air toilet

@asajad

Siapa sangka, siapa duga, siapa nyana, seorang Tumenggung Paijo tiba-tiba jemudul di malam yang gelap mencari cermin. Cermin yang ada di sekeliling dinding sepertinya tak memuaskan hati untuk menemukan wajahnya.

Di air toilet itulah, dia menemukan wajahnya. Wajah yang merah dan kuyu, bersama degub jantung diiringi musik yang mengalun seumpama gemuruh air terjun. kemudian paijo berkata:

Dalam mimpi yang menerjang gerumbulan awan yang mengembun, mencipta pelangi dan guguran air. Dalam suara penat yang menabrak dinding-dinding kaca, mengayun rambut-rambut sekujur. Dalam gelap mencipta bidadari yang mengelilingi wangi-wangian yang terlulur, dalam jaga atau sadar, entah. Antara hitam dan merah, menari seumpama dayang-dayang berjalan perlahan menapak lantai. Dalam percik-percik air yang bergemuruh di kerongkongan. Air itu tercipta dari saripati buah huldi.

Oh, malam yang begitu gemerlap. Malam yang bertabur kain tisu yang melayang dan sebekan daun-daun pisang yang ada di langit-langit kesadaran. Malam yang bersuara guguran kelewang dan bebatuan.

Dalam gumebyar, saksikan bintang-bintang yang berputar di atas lantai. Bintang yang berkelip warna warni dengan ciptaan cahaya yang berpendar. berputar sehingga pusing. Perpusing sehingga berputar. Dan cermin di air toilet menjadi akhir dari perjamuan tak bertepi itu.

Pada akhirnya di air toilet itu, Paijo diantarkan pada kesadaran. Tidurnya tidak cukup sebentar menghilangkan kesadaran, bahwa dirinya telah ditemani seorang bidadari yang telah pergi ke awan.