Monday, April 23, 2012

Hari-hari yang berguguran

asajad

Hari-hari pun berguguran. Sesuatu yang tak pasti. Rintik hujan. Pelan-pelan menetes di atas atap jerami. Mengumpulkan tetes demi tetes air yang biasanya diguyurkan dari langit. Seperti menanti bunga gempol mekar di musim kemarau. Atau mekarnya bunga kangkung di atas air kali. Mungkin juga bunga klorak yang menjadi ungu membiru.

Udara yang dingin membuat kabut itu mengumpul perlahan. Perlahan menetes menjadi embun. Pagi yang nempel di batang pohon pisang. Lihatlah becek itu. Air yang tak bisa diminum. Cukup air mata yang menetes. Angin menjadi asam dan semu. Bubuk meleleh darah. Beku menjadi kuyu. Lalu halau.

Renyai rintik-rintik. Melingkupi dunia semu yang dilematik. Suara burung gelatik dari ketik-ketik yang nyungsep di laptop. Menghalau arus yang sigap. Jatuh meleleh seperti rintik hujan. Luruhan yang menetes. Dari atas yang diharap.

Sisa tebangan pohon yang tumbuh di samping sawah. Menutupi tumbuhan sorgum yang sedang tumbuh. Matahari tetap menyinari daun-daunnya yang runcing. Juga lipatan-lipatan ketiak daunnya yang tersusun. Menyingkap aroma hijau klorofil yang padat.

Orang kecil hanya menikmati apa yang tumbuh di permukaan. Mengharapkan air dari embun-embun yang menetes.

Sedangkan kekayaan yang digaruk dengan mesin-mesin besar, dinikmati oleh segelintir orang. Kekayaan bumi yang dikeruk hanya untuk beberapa orang.

Kaum tertindas yang hanya mengharap uang receh dengan menjaga parkir mobil-mobil mewah yang terparkir di halaman gedung. Memasakkan makanan enak untuk disantap di meja-meja mewah. Mengantarkan minuman. Menyemir sepatu yang sedikit kusam oleh becek di jalanan. Membunyikan kecrekan dari tutup botol di pinggir jalan. Duduk terpojok di jembatan penyerbangan. Kaum lapar yang mengharapkan uang receh dari hasil garonganmu.

2012

No comments:

Post a Comment